Seni adalah hal indah yang dinikmati semua orang. Secara umum seni dipandang hanya sebagai hiburan. Namun, bila digunakan dengan tepat seni adalah media yang sangat kuat untuk menyampaikan pesan.
Belum lama ini penghapusan mural kritik sosial sedang ramai dibincangkan di media sosial, dan yang paling menghebohkan adalah mural “404: not found” yang dinilai melecehkan presiden. Menurut pakar sosiologi politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menyebut respons pemerintah, melalui tindakan aparatnya, dengan menghapus mural serta mencari siapa yang membuatnya, adalah tindakan yang berlebihan. “Aparat berlebihan atau paranoid terhadap kritik. Apalagi kritiknya hanya sekadar lukisan, kata-kata, melalui mural.”
“Itu menunjukkan ada semacam ketakutan dari rezim, dari pemerintahan, terhadap ekspresi yang ada dalam mural itu,” tutur Ubedilah kepada kepada wartawan Nurika Manan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (15/08).
Tapi apakah bisa disebut ‘sekedar’ lukisan? Apakah kritik melalui medium seni tidak cukup untuk dianggap serius dan memiliki pesan yang valid? coba kita bahas sebentar, sejarah membuktikan bahwa seni dapat menjadi pembawa pesan yang kuat dan efektif. Seni bisa menjadikan topik politik yang mengerikan sampai pembahasan yang ‘terlalu tinggi’ bagi sebagian orang menjadi menarik dan mudah dipahami. Seni dapat menyatukan orang dengan latar belakang sosial-ekonomi yang berbeda untuk memahami suatu nilai dan bergerak bersama.
Zaman Renaisans (Renaissance) merupakan fenomena pada abad 15-16 Masehi, zaman ini adalah zaman dimana seniman, arsitek, filsuf, sastrawan bersatu dengan ambisi untuk membangun peradaban yang lebih baik. tidak sedikit hasil pemikiran pencapaian dari zaman ini masih dipuji-puji hingga sekarang.
pemikiran-pemikiran di zaman renaisans disampaikan melalui seni, contoh:
Judul lukisan: three ages of man, pelukis: Titian, tahun 1512-1514. Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/The_Three_Ages_of_Man_(Titian)
Dalam lukisan ini, waktu kehidupan manusia digambarkan sebagai hal yang berlalu sangat cepat. Mulai dari bayi (kanan) yang kemudian menjadi dewasa dan memiliki pasangan (kiri) dan kemudian akhirnya tua menunggu kematian (orang tua di belakang yang membawa tengkorak manusia). Lukisan ini menerangkan esensi bahwa kita harus menggunakan waktu dengan bijak.
Titian sadar bahwa kebanyakan orang saat itu tidak peduli untuk berfikir bahwa waktu hidup hanya sebentar. Disinilah peran seni untuk menyampaikan pemikiran ini, dimulai dengan hal yang sangat menarik dan sudah disukai masyarakat: bayi yang lucu dan kemesraan pasangan. Lukisan ini didesain untuk membawa penikmatnya kepada pemikiran “betapa singkatnya kehidupan” tanpa sadar.
Ketika dipajang di galeri, pandangan kita akan dicuri oleh kelucuan bayi-bayi bersayap atau keindahan romantisme pasangan tersebut, setelah kita melihat lebih lama maka akan muncul pertanyaan “lah ngapain itu orang tua di belakang bawa tengkorak? Ini maksudnya apa? Kemudian pikiran kita secara naluri akan mencari pola yang untuk merasionalisasi lukisan ini. Salah satu pola yang mudah ditemukan adalah mengurutkan “umur” dari karakter / objek yang ada di lukisan.
Banyak sekali pelukis terkenal yang bersinar di zaman renaisans. mulai dari Titian, Michelangelo Leonardo Da Vinci, Caravaggio, Raffaello Sanzio dan lainnya. Banyak sekali hasil karya zaman renaisans yang bahkan terkenal sampai sekarang siapa yang belum pernah lihat lukisan Monalisa? Coba aja deh cari di Google lukisan zaman renaisans, aku yakin banyak sekali yang familiar di mata kita.
Menurut filsuf zaman renaisans Marsilio Ficino, manusia adalah makhluk yang mencintai, dan cinta awalnya ditimbulkan oleh kecantikan / keindahan. Jadi jika kita ingin pemikiran kita dicintai oleh orang lain, kita harus membungkus ide ini dengan cantik/indah. Inilah kenapa gagasan dan karya zaman renaisans bisa bertahan sampai sekarang.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa seni adalah sarana yang sangat kuat untuk menyampaikan buah pemikiran.
Saya tidak sedang membahas isi konten dan esensi dalam karya mural 404: not found maupun mural lainnya, itu pembahasan panjang yang lain dan saya mendukung teman-teman untuk membaca perbedaan ujaran kebencian dan kebebasan berekspresi agar tidak salah paham. Yang saya bahas adalah sarana menyampaikan pendapatnya yaitu seni lukis melalui mural.
Kenapa justru sarana kritik sosial yang paling mudah dipahami bagi masyarakat umum ini di-diskreditkan? Kalau sarana mengkritik hanya dari hal-hal yang bersifat formal lantas bagaimana cara kami yang bodoh-bodoh ini menyampaikan pendapat? Bagaimana cara kami memahami kondisi sosial apa yang sedang terjadi di negara kita sekarang? Terus gimana dong ‘rakyat kecil’ bisa aware dengan kondisi negara? Disuruh baca jurnal?. Apakah ada niatan untuk mempersempit jalur kritik agar kondisi negara ini hanya diketahui kaum-kaum terpelajar?
semua orang punya caranya masing-masing untuk menyampaikan pendapat, ide maupun kritikan, apapun itu baik dari menulis, podcast, vlogging, melukis, membuat lagu dan lain-lain. Terus suarakan suaramu sendiri. (tapi jangan lupa hormati orang lain dan baca referensi yang banyak, hehehe)
0 Comments