Perempuan merupakan ibu kehidupan. Dari rahim perempuan, kehidupan juga dilahirkan, kehidupan diperjuangkan dan kehidupan mendapat hakikat dan martabat.
-Siti Muyassaroh Hafidzoh1–
Tidak ada satupun peradaban yang lahir di dunia tanpa peran perempuan. Lewat kelembutan insting dan kehalusan sentuhan, ia memberi warna dan kehidupan pada dunia. Namun tidak bisa dipungkiri, perempuan masih saja dianggap the second class. Paradigma yang terbangun mengenai perempuan masih berangkat dari perspektif yang patriarkisme. Ia dipuji di satu waktu dan direndahkan di waktu yang lain. Tubuhnya dielu-elukan tapi disaat yang sama tubuh itu pula yang dieksploitasi dengan berbagai kepentingan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara yang berdiri juga tidak lepas dari peran perempuan. Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia dalam bukunya, “Sarinah; Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia” mengakui hal ini dengan menulis, “Jika tiada peran wanita tak mungkin kita mencapai kemenangan sosial.” Karena itu NKRI kemudian didirikan dengan bertujuan melindungi seluruh warganya, tanpa membedakan laki-laki dan perempuan.
Tujuan nasional melindungi seluruh warga tersebut, termaktub dalam pembukaan Undangundang Dasar 1945 (UUD 1945) yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal di dalam batang UUD 1945. Pasal ini dikenal sebagai hak konstitusional yang dibagi menjadi 14 bagian, diantaranya hak atas kewarganegaraan, hak atas hidup, hak untuk mengembangkan diri, hak atas kemerdekaan pikiran dan kebebasan memilih, hak atas informasi, hak atas kerja dan penghidupan yang layak, hak atas kepemilikan dan perumahan, hak atas Kesehatan dan lingkungan sehat, hak berkeluarga, hak atas kepastian hukum dan keadilan, hak bebas dari ancaman, diskriminasi dan kekerasan, hak atas perlindungan, hak memperjuangkan hak, dan hak atas pemerintahan.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan ini, NKRI wajib memberikan perlindungan kepada seluruh warganya termasuk kepada kelompok rentan, perempuan, anak, ataupun kelompok yang berkebutuhan khusus (disabilitas). Sayangnya, kita melihat kenyataan sampai hari ini masih saja terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan. Catatan dari hasil data CATAHU 2020 Komnas Perempuan dari rentang tahun 2008-2019 terdapat kasus kekerasan sebanyak 431.471 yang tahun sebelumnya sebanyak 406.178.
Peningkatan data kekerasan terhadap perempuan yang tiap tahun terjadi, mesti menjadi perhatian besar bagi negara. Sebab kita tahu bahwa perempuan merupakan sumber didik bagi anak bangsa, sumber kemajuan bagi bangsa dan Negara, seperti yang disampaikan oleh Presiden Soekarno bahwa perempuan adalah tiang negara. Karenanya, ketika ingin melihat sebuah negara maju, maka lihatlah kondisi kaum perempuannya. Saat ini, Indonesia telah mencapai usia kemerdekan yang ke-75 tahun.
Kemerdekaan diraih tidak luput dari peran kaum perempuan baik itu secara moril ataupun terjun secara langsung dengan mengangkat senjata. Namun sayangnya sampai detik inikaum perempuan masih harus berjuang untuk bisa merdeka secara intelektual, ekonomi ataupun di ranah lain. Berjuang agar tidak terjadi diskriminasi, marginalisasi ataupun subordinasi terhadap kedudukan perempuan, bergerak memperjuangkan sendiri suarasuaranya untuk diperhatikan oleh negara agar hak-haknya untuk hidup merdeka lebih terjamin.
Pemerintah ataupun negara yang merupakan lembaga besar seharusnya memberikan perhatian besar kepada kehidupan kaum perempuan dan menegakkan hukum konstitusional yang telah disahkan secara kelembagaan. Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) harus segera dituntaskan dan disahkan kemudian diterapkan dalam masyarakat agar penanganan pencegahan kekerasan seksual segera terlaksana. Pemerintah juga harus aktif dan responsif memberikan keadilan bagi korban kejahatan seksual melalui pidana dan tindakan yang tegas bagi pelaku kekerasan seksual. RUU PKS ini merupakan terobosan agar hukum mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan perempuan korban kekerasan sehingga kasus-kasus kekerasan ataupun pelecehan seksual diproses secara adil. Dengan ini, perempuan bisa menikmati udara kemerdekaan Indonesia yang telah berumur 75 Tahun.
Agama juga turut berperan dalam membantu negara dengan meluruskan pandangan masyarakat yang keliru. Teks-teks agama menegaskan, perempuan merupakan manusia layaknya kemanusiaan laki-laki, tidak memberikan perbedaan dan ataupun menjadikan perempuan sebagai subjek sekunder dalam ranah kehidupan karna dimata semua agama, mereka sama-sama makhluk Tuhan diciptakan di muka bumi yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Memberikan kesempatan kepada kaum perempuan sebagaimana kaum laki-laki untuk mengembangkan potensi dirinya. Bukan agama yang justru sebagai pemicu tersudutnya kaum perempuan, dengan mengangkat ayat-ayat misogini untuk menjatuhkan atau mendiskreditkan kaum perempuan. Agamalah yang harus mengangkat dan memberikan nilai kedudukan dan kemanusiaan perempuan.
Bukan cuman itu, media juga memiliki peranan yang tidak kalah penting dalam mendidik warga negara. Selama ini media masih menyajikan citra perempuan secara arbitrer atau sewenang-wenang tanpa memikirkan dampaknya. Disinilah pemerintah mesti menjalankan fungsi kontrol agar media memberikan tontonan yang sehat, mencerdaskan dan berperikemanusiaan.
Terkait dengan perempuan, stigma yang terbentuk dimasyarakat mengenai perempuan sebagiannya dibentuk oleh media. Kebanyakan juga media menjadi pelaku kekerasan terhadap kaum perempuan, dengan menampilkan kaum perempuan sebagai objek eksploitasi seperti perempuan dijadikan objek iklan TV yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan perempuan atau industri perfilman yang menvisualisasikan tubuh perempuan secara sensual dan menjadi bahan tontonan gratis. Bahkan termasuk di dunia gaming, perempuan tereksploitasi tidak kalah dasyhatnya. Kesemuanya itu, tujuannya adalah mengejar rating, yang memberi keuntungan pada industri hiburan. Padahal hakikatnya, eksploitasi lekuk tubuh perempuan adalah sumber penindasan dan kekerasan terhadap perempuan itu sendiri.
Selain hukum, agama dan media yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah dalam menghapus tindak kekerasan terhadap perempuan adalah melalui institisi pendidikan. Pemerintah wajib memberikan layanan edukatif dan advokasi kepada masyarakat mengenai keperempuanan. Diantaranya mencakup pengajaran agar perempuan mengenal identitasnya agar stigma atau stereotip yang terbentuk dalam masyarakat mengenai derajat kekuasaan (degree of power), laki-laki superior pemegang kekuasaan terhadap perempuan dan perempuan The Second Sex yang didominasi oleh laki-laki bisa terkikis sedikit demi sedikit.
Juga mendidik kaum perempuan secara ekonomi, agar mampu hidup mandiri. Karena realita sekarang, kekerasan terhadap perempuan juga berada pada ekonomi atau bertahan dalam kekerasan rumah tangga karna ketidakmampuannya dalam ranah ekonomi (masokhism) sehingga hidupnya dipasrahkan sepenuhnya di bawah ketiak suami. Jika seluruh aspek ditegakkan dengan adil oleh Negara sebagai lembaga pengayom masyarakat, maka tidak akan ada penindasan atau ketidakseimbangan kehidupan antara lakilaki dan perempuan. Kehidupan akan menjadi seimbang dan harmonis. Jika perempuan menjalankan semua fungsinya sebagai anggota masyarakat yang memberikan pengajaran dan pendidikan dari lingkup paling kecil yaitu keluarga dengan pandangan dan ideologi sehat terhadap sesama manusia, maka terjadi hubungan yang sinergis antara laki-laki dan perempuan dalam membangun kehidupan berbangsa yang beradab. Indonesia tidak mustahil untuk menegakkan hukum disetiap ranah kehidupan.
Perjuangan pemberdayaan kaum perempuan pada dasarnya adalah merupakan perjuangan umat dan bangsa secara keseluruhan, bukan perjuangan perempuan an-sich. Demikian pula masa depan perempuan adalah hakikat masa depan bangsa. Oleh karena itu, perjuangan ini seharusnya tidak disalah artikan sebagai perjuangan disposisi laki-laki atau menggugat sistem yang sudah ada, melainkan sebuah perjuangan untuk menciptakan sebuah sistem hubungan laki-laki dan perempuan yang adil dan equal dalam hubungan ekonomi, politik, budaya, ideologi lingkungan serta hubungan suami istri. Alangkah damainya Indonesia di 100 tahunnya, menjadi negara berkembang dan maju karena adanya dua sayap, laki-laki dan perempuan, yang saling mengokohkan.
Haryati
Mahasiswi S1 Madrasah Jamiatuzzahra Qom Iran
Anggota Dep. Kajian Keilmuan dan Intelektual IPI Iran 2019-2021
Catatan Kaki:
1. Penyunting buku “Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif” yang ditulis oleh Dr. Hj. Eti
Nurhayati, M.Si diterbitkan Pustaka Pelajar tahun 2012
2. Terdapat dalam halaman 326, diterbitkan oleh Panitia Penerbit Buku-Buku Karangan Presiden
Soekarno, tahun 1963, cetakan ketiga.
3. Data ini bersumber dari https://www.komnasperempuan.go.id/read-news-lembar-fakta-dan-poinkunci-catatan-tahunan-komnas-perempuan-tahun-2019 diakses pada Jumat 7 Agustus 2020
0 Comments