Pah.la.wan
orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Begitu tertulis di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Beberapa ratus tahun yang lalu saat tanah ibu pertiwi tejadi pertumpahan, rakyat berjiwa nasional dengan gagah berani maju melawan penjajah. Sementara, rakyat lain memilih bersembunyi, mengamankan diri dari letusan dan bom-bom yang haus akan darah. Kemudian, mulai bermunculan harapan-harapan supaya mimpi buruk tersebut menghilang setelah terbangun di pagi hari. Sebagian yang lain merapat ke pihak lawan, alih-alih mencuri strategi lalu membagikan kepada kawan, malah membelot dengan sendirinya atas seribu macam alasan yang hanya mengatasnamakan kenyamanan pribadi. Tatkala peperangan telah usai, semua orang berteriak kepada rakyat berjiwa nasional itu “pahlawaaannn!!!!!!” entah yang gugur atau yang masih bertahan hidup bersama sisa-sia perjuangan yang menempel di tubuhnya.
Konon katanya perang yang sesungguhnya adalah perang melawan diri sendiri.
Kini perang pun sudah tidak lagi ada di atas tanah ibu pertiwi, arti pahlawan itu bergeser, adalah semua orang yang memiliki jiwa membela, menegakkan dan mempertahankan kebenaran sejati. Tapi kebenaran yang mereka junjung itu bukan kebenaran yang hanya menurut mereka benar dan menganggap orang lain salah apalagi membenarkan sesuatu yang memang salah.
bukan lagi orang yang mengangkat senjata, membunuh lawan, adanya ledakan bom, suara-suara helikopter atau tank baja menderu melancarkan peluru, miris yang terjadi.
Aku selalu senang memperhatikan keadaan sekitar, hati terasa tenang tatkala melihat bagaimana harmoni kehidupan menyenandungkan kisahnya. Sungguh, jika kita mau melihat barang sejenak. Membuang segala tetek bengek bernama kemewahan, banyak sekali hal yang bisa dipelajari dari Sang kehidupan.
Senja mulai menyapa, kulihat seorang bapak dengan gerobak baksonya berpeluh tanpa kesah terus mendorong gerobaknya. Gerobak tersebut berhenti di sebuah tanah lapang dimana anak-anak sd bermain sepakbola. Dalam sekejap, bapak dan gerobaknya sudah dikerubungi bak semut berebutan gula. Senyum tersungging dari bibir tipis bapak itu, menggumamkan syukur sembari melayani pelanggan-pelanggan kecil yang heboh berteriak minta didahulukan.
Tak jauh dari tanah lapang tersebut, ada sebuah mushola kecil yang selalu dipenuhi suara anak-anak belajar mengaji. Ustazah yang selalu sabar mengajari apabila ada pelafalan yang salah. Mushola itu penuh dengan anak-anak yang ingin menunjukkan bahwa mereka mampu membaca dengan baik. Ustazah tersenyum mengucap hamdalah melihat gayung yang bersambut itu.
Dari seberang jalan terlihat seorang gadis yang tampak gelisah menunggu, yang kemudian segera terlonjak setelah melihat yang ditunggu datang. Gadis itu menggandeng seorang ibu berperut besar. Ibu tersebut tersenyum kecil menyambut uluran tangan si gadis. Tampak tongkat di tangan kirinya. Keduanya berjalan beriringan, sesekali si gadis mengingatkan apabila ada aral di setapak yang mereka lalui.
Deru mesin terdengar, sang pengendara memberhentikan motornya di depan sebuah rumah. Setelah membuka helm dan mengambil pesanan dari pelanggan. Pria itu memencet bel, terlihat sedikit interaksi dan selembar ribuan yang diselipkan diantara tangan. Mulanya pria tersebut menggeleng namun ibu tersebut bersikeras, sambil membungkuk dan mengucap terimakasih pria itu pamit. Sebelum kembali berkendara, pria tersebut menengadah ke arah langit dan berdoa pelan.
Aku menatap takjub, puas dengan pengamatanku sore itu. Sambil menenteng beberapa barang di tangan, aku kembali ke studio. Ada banyak persiapan untuk hari esok. Tanganku sibuk bekerja sambil memutar apa saja yang kulihat. Tengah malam ketika aku merampungkan sapuan terakhir.
Pelajaran sore itu mengajarkanku banyak hal, bahwa kata pahlawan tidak lagi hanya berkaitan dengan orang yang menenteng senjata, menembakkan bedhilnya di tangan, badan yang berlumuran darah dengan bendera yang masih tegak berdiri. Semua definisi tersebut sudah mulai bergeser. Pahlawan dapat diartikan sebagai orang yang peduli dengan orang lain, kesadaran untuk tolong menolong, punya keberanian untuk membela kebenaran, melindungi kaum yang tertindas. Dalam lingkup yang lebih kecil, pahlawan bisa diartikan ketika diri kita mampu melawan dan mengendalikan hawa nafsu. Pahlawan itu, bisa jadi ibu, ayah, guru, teman atau orang lain yang tidak dikenal, bahkan dirimu sendiri adalah pahlawan.
salsa,dian
Departemen kajian dan intelektual IPI Iran 2019-2021
0 Comments