Membaca Peluang dan Tantangan Kehidupan Luar Negeri bagi Generasi Muda Indonesia

August 4, 2021

}

16:38


“Kalau pemuda berusia 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air

dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya” Ir. Soekarno

Menyikapi ucapan bapak proklamator Republik Indonesia, kita mengetahui bahwa problem
cita-cita merupakan aspek utama bagi generasi muda untuk memaknai nilai dan tujuan
hidupnya. Di satu sisi, kita memahami generasi muda yang memiliki nilai dan tujuan hidup
yang jelas dapat mengembangkan kemajuan tanah air dan bangsa. Widiastuti dalam salah satu
tulisannya berjudul, “Konsep Cinta Tanah Air di Kalangan Mahasiswa” menyebutkan urgensi
cita-cita sebagai gerbang utama menyambut peradaban yang maju dalam bingkai individu,
keluarga, dan negara.

Berangkat dari penjelasan Widiastuti, dapat dicermati bahwa cita-cita memiliki hubungan
individu dan kehidupan sekitar. Sebagian generasi muda ingin menjadi seorang polisi atau
tentara untuk menjaga keutuhan negara. Sebagian lainnya, ingin mencerdaskan dan
memajukan kehidupan bangsa sebagai guru, dosen, dokter, dan teknisi. Demi mewujudkan
cita-cita tersebut, tidak sedikit dari generasi muda Indonesia menggantungkan nilai dan tujuan
hidupnya untuk melanjutkan studi di luar negeri. Meskipun disadari bahwa melanjutkan studi
di luar negeri memiliki berbagai tantangan. Namun sudah seharusnya, untuk merealisasikan
seluruh cita-cita, tujuan, dan nilai hidup dibutuhkan usaha, tekad, dan semangat. Dengan artian,
tanpa usaha, tekad, dan semangat seluruh cita-cita tidak dapat tercapai yang menyebabkan
tidak adanya aktivitas memajukan dan menghidupkan kecerdasan bangsa di masa mendatang.
Penulis membaca beberapa tantangan kehidupan luar negeri;

1. Belajar Bahasa Baru
Bahasa adalah salah satu tantangan yang dihadapi oleh pelajar Indonesia di luar negeri.
Setiap pelajar dituntut untuk fasih atau lancar berbicara bahasa dari negara yang dituju. Di
Iran, tempat saya belajar, fasih atau lancar berbahasa Farsi merupakan suatu kewajiban.
Tak heran, setiap calon mahasiswa diwajibkan mengikuti program bahasa selama 6 bulan.
Mereka yang tidak mampu mengoptimalkan program bahasa selama 6 bulan akan diberi
kesempatan 6 bulan berikutnya. Dengan melihat besarnya tantangan bahasa, tak sedikit
pelajar Indonesia di Iran atau bahkan negara lainnya memutuskan untuk berhenti dan
kembali ke tanah air.

2. Perbedaan Budaya
“Beda sumur, beda ladang”, peribahasa yang tepat untuk mendeskripsikan perbedaan
budaya antara Indonesia dan negara lainnya. Saya peribadi sempat merasakan culture
shock saat pertama kali datang ke Iran. Salah satu perbedaan budaya Iran dan Indonesia,
ialah Beduk Saur. 4 tahun menetap di Jakarta dan 18 tahun tinggal di Makassar, tentu tradisi
Beduk Saur merupakan salah satu momen yang ditunggu-ditunggu oleh masyarakat
Indonesia, dari anak-anak hingga orang tua. Namun menariknya, di Iran tradisi Beduk Saur
tidak ada. Mayoritas masyarakat Iran bangun secara mandiri untuk melaksanakan sahur.
Selain tidak adanya tradisi Beduk Saur, tradisi tarawih juga tidak akan ditemukan di masjid
atau tempat ibadah umat Muslim di Negeri Para Mulla. Masyarakat Iran cenderung
melaksanakan salat tahajud sebanyak 100 rakaat setiap malam dan menghafal Quran
selama bulan suci Ramadan. Tentu tidak adanya tradisi Beduk dan tarawih menambah
kerinduan tanah air.

3. Perbedaan Makanan dan Iklim
Perbedaan makanan merupakan tantangan lainnya yang harus dihadapi oleh generasi muda
Indonesia saat belajar di luar negeri. “Beda lidah, beda rasa”, perihasa yang tepat untuk
menggambarkan perbedaan cita rasa. Di Iran, beberapa jajanan Indonesia begitu sulit
ditemukan. Saya sebagai pecinta basreng dan cilok merasakan dampak yang tidak
berbahagia ini. Karena tidak ada masyarakat Indonesia yang berjualan di Iran. Selain
perbedaan makanan, perbeedaan iklim juga menjadi tantangan bagi para pelajar Indonesia.
Iran merupakan negara subtropis yang memiliki 4 musim dalam setahun, sehingga menjaga
daya tahan tubuh dan kesehatan merupakan kewajiban bagi generasi muda. Sering kali,
saya menemukan beberapa teman yang mengalami flu dan demam di musim dingin atau
sebaliknya melihat sebagian teman mengalami dehidrasi di musim panas.

Berdasarkan ragam penjelasan di atas, dapat diketahui betapa beratnya tantangan yang harus
dihadapi oleh para generasi muda untuk meraih cita-citanya, demi mencerdaskan kehidupan
bangsa dan tanah air di masa mendatang. Namun, di balik beratnya tantangan yang dihadapi,
terdapat beberapa peluang yang perlu dipahami;

1. Memperoleh Banyak Jaringan
Manfaat utama kuliah di luar negeri ialah bertemu dengan berbagai pelajar dari negara lain.
Hal ini yang membuka peluang bagi generasi muda untuk memperluas jaringan modal besar
mengaktualkan cita-cita tertinggi di masa mendatang. Di satu sisi, adanya Perhimpunan Pelajar
Indonesia (PPI) menjadi salah satu media untuk membangun jaringan sesama generasi muda
Indonesia di luar negeri, sehingga ketika kembali ke Indonesia para pelajar memiliki tujuan
dan gebrakan yang selaras untuk kemajuan bangsa dan tanah air.

2. Open Minded
Berada di negara baru, kita akan bertemu dengan ragam perbedaan budaya, etnis, dan
keyakinan. Ragam perbedaan yang dialami dalam hidup akan membentuk karakter dan
paradigma open minded untuk menghargai suatu perbedaan sebagai aspek yang niscaya dalam
bingkai sosial. Tentu, paradigma dan karakter open minded akan mendorong kita untuk
membangun nilai-nilai toleransi yang mengalami kemunduran setiap tahunnya, sebagaimana
Wahid Fundation dalam survei “Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan
Muslim Indonesia” menyatakan kasus intoleransi Indonesia di tahun 2016, sebanyak 51%.
Kemudian mengalami peningkatan di tahun 2017, sebanyak 57,1%, sebagi sikap menjaga
ketertiban dan keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Memperluas Ilmu Pengetahuan
Peluang lain yang diperoleh generasi muda ialah luasnya ilmu pengetahuan. Majunya sisitem
pendidikan dan luasnya rujukan yang dimiliki suatu negara merupakan jaminan utama generasi
muda untuk memperluas ilmu pengetahuan. Jelas hal ini, berdampak pada kemajuan diskursus
dan wacana suatu ilmu pengetahuan bagi masyarakat Indonesia, saat para pelajar kembali ke
tanah air. Di Iran, rujukan filsafat Islam dan Ilmu Kalam begitu luas yang mempengaruhi arus
pemikiran para pelajar Indonesia untuk meneliti dan mendalami setiap kajian filsafat dan Ilmu
Kalam yang belum diajarkan di Indonesia. Saya sendiri melihat adanya peluang untuk
menyebarkan wacana filsafat dan Ilmu Kalam di ruang akademik sebagai proses memajukan
diskursus filsafat dan Ilmu Kalam di tanah air.

Dengan demikian, kita dapat membaca bahwa cita-cita yang tinggi memiliki tantangan yang berat.
Namun juga membuka peluang yang besar bagi generasi muda untuk meraih dan mewujudkan
cita-citanya sebagai cara memaknai nilai dan tujuan hidupnya sebagai ruang menjaga keutuhan
serta mencerdaskan kehidupan bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana kutipan
bapak Proklamator, “Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya.
Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”.

Artikel Lainnya

Komentar

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *