Masjid dan Self-healing Masyarakat Iran

July 6, 2021

}

12:45

 

Pic: Mashadmag.ir

“ Ada banyak tempat di sepanjang jalan Akhunde Khorosan pada pukul 12.00 malam telah tutup. Namun, ada satu tempat yang aman, letaknya di tengah-tengan sudut kota yang pintunya selalu terbuka untuk umum, di mana setiap orang yang memiliki masalah, keperluan atau hanya sekedar mengucapkan solawat serta salam, para pengunjungnya selalu disambut hangat oleh pelayan dan penjaga rumah sucinya, tempat itu sering kami sebut sebagai masjid Gauhar Shad atau terkenal dengan sebutan bintang ke delepan”

Di abad modern ini, manusia menemukan dirinya mengalami kondisi psychological shock. psychological shock adalah reaksi emosional dan fisiologis yang hebat terhadap terhadap peristiwa yang sangat menegangkan dan traumatis (Asosiasi Psikiatris Amerika 2013). Kondisi tersebut disebabkan oleh perubahan dunia yang terjadi secara cepat atau karena krisis moral dan spiritual sebagai pemicu utama yang tidak disadari bagi masyarakat sekarang. Sehingga ketidakseimbangan kondisi kejiwaan yang semestinya stabil berubah menjadi semakin tidak teratur dan bersifat fluktuatif.

Dalam menghadapi permasalahan hidup, tentunya setiap orang memiliki cara tersendiri untuk mengatasinya. Pada kondisi seperti ini kebanyakan membutuhkan ruang khusus sebagai wadah untuk menyalurkannya. Menjaga jarak dengan sosial dan memilih tempat yang tenang sebagai pengalihan untuk sementara. Sebagian orang yang memiliki keberanian diri memilih untuk berkonsultasi kepada pakar kejiwaan atau sejenisnya, dan sebagian lainnya lebih memilih menyembunyikannya sendiri dengan harapan agar orang lain tidak terlibat dalam kesulitan. Kedua cara ini tentu akan dipilih seseorang sesuai dengan kepribadian dan keyakinannya masing-masing.

Adapun cara ketiga yang sering atau bahkan menjadi budaya bagi masyarakat kota Mashad, Iran adalah gabungan dari kedua cara di atas, yaitu dengan berkonsultasi kepada pakar kejiwaan namun tanpa melibatkan orang lain. Bahkan cara ini tidak hanya dilakukan ketika sedang mengalami kesulitan saja, akan tetapi disaat bahagia atau biasa sajapun mereka lakukan seperti rutinitas harian mereka. kebiasaan baik yang mereka lakukan ini adalah mengunjungi masjid Gauhar Shad.
Keberadaan masjid yang berada di tengah-tengah kota menjadi tempat yang strategis bagi penduduk Mashad menghabiskan waktu di dalamnya. Karena selain berperan sebagai tempat untuk beribadah dan keagamaan secara individual maupun berjamaah, sebagian orang menggunakan fasilitas tersebut untuk berdialog dengan Tuhan, merenung, membaca buku, mengerjakan tugas sekolah atau sekedar menghirup udara segar dari teras Masjid besar ini.

Masjid yang dibangun pada dinasti Timuriah, pada tahun 818 Hijriyah oleh arsitektur terbaik bernama Qawwamuddin Syirazi dibangun dengan memperhatikan seluruh aspek sunnah dan kesuciannya, sehingga masjis ini sangat dikenal dengan tempat yang penuh maknawiah.

Masjid Gauhar Shad setiap hari terbuka untuk umum selama 24 jam. Selain tempat untuk beribadah, para pengunjung juga bisa menghabiskan waktunya untuk membaca buku di perpustakaan yang bersebelahan dengan masjid tersebut. Suasana yang sunyi dan tenang membuat pengunjung merasakan ketentraman di dalam batin. Pada waktu-waktu tertentu suara indah dari ayat-ayat Al-quran menggema di setiap sudut masjid. Pada malam harinya layaknya sebuah instrument tidur, lantunan doa dan munajat yang lembut menyelimuti langit di kegelapan malam.

Di setiap tempat kita akan menemukan berbagai macam manusia dengan latar belakang keluarga dan usia yang beragam sedang beribadah sambil menangis, berdialog dengan tuhan, berdzikir sambil memutar tasbih, sibuk dengan urusan dan kesulitannya masing-masing, semua mereka lakukan dengan kesadaran, seolah-olah tuan rumah hidup dan hadir di antara mereka. Penyaluran yang tepat di dalam masjid atau tempat-tempat yang memiliki energy positif sebagai wadah self-healing mengenali diri, tujuan dan ujian kehidupan.

Masyarakat kota Mashhad menggunakan spiritual dan maknawiah sebagai perantara menghadapi dunia materi. Sepulang dari tempat suci tersebut, mereka meyakini satu pepatah yang mengungkapkan bahwa, “Mereka tidak akan pulang (dari masjid) dengan tangan kosong. Mungkin saja salah satu kunci keberhasilan negara ini, dalam menghadapi masalah internal dan eksternal di negaranya karena menghormati tempat-tempat ibadah dan menjadikannya sebagai sarana untuk menyalurkan kegelisahan dan polemik kehidupan.”

Secara prinsip, kehadiran di masjid serta hubungan emosional dan spiritual dalam diri
seseorang yang terkoneksi dengan manifestasi Allah Swt. Metode ini menjadi salah satu tempat
yang mujarab untuk menemukan cahaya ketenangan batin. Allah Swt berfirman:
“(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan
dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan
petang.” (QS: An-nur ayat 36)

Sumber Referensi
1. Asosiasi Psikiatris Amerika. (2013). Manual diagnostik dan statistik gangguan mental. Edisi kelima. DSM-V. Masson, Barcelona.

2. Website:https://www.epersianhotel.com/mag/mashhad.

3. Website:parstoday.fungsi dan peran masjid.

artikel ini pernah diterbitkan di situs web PPI Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika

Artikel Lainnya

Komentar

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *